Halo, buku catatanku.
Sudah lama sekali aku tidak menorehkan kata-kata pada lembaranmu. Bolehkah aku bercerita tentang hidupku belakangan ini? Tentang bagaimana aku menjalankan hariku, dan tentang seseorang di dalamnya. Semoga, engkau masih ingin mendengarkannya - kisah yang sungguh sungguh harus kutuangkan di sini.
Kata orang, engkau akan bertemu setidaknya sekali dengan seseorang yang sungguh merupakan cerminan kita. Seseorang yang benar-benar berlaku dan berpikir seperti yang kita lakukan. Yang membuatmu akan berkata "wah, dia sungguh-sungguh sepertiku." sehingga kau akan merasa begitu nyaman bersamanya. Laki-laki inilah yang akan kuceritakan. Laki-laki yang pernah menjadi bagian dari hidupku.
Aku pernah bersama seorang laki-laki yang kutemui di tempat kerja pertamaku. Laki-laki yang tampak tidak peduli, namun membuatku bertanya-tanya. Rasa penasaran yang sudah muncul sejak mulai berteman dengannya. Laki-laki ini sepertinya pemalu. Tidak mampu mengungkapkan perasaannya melalui ekspresi di wajahnya. Namun, aku tahu persis sejak awal, ia akan mengucapkan dan melakukan apa yang ia anggap benar. Dan seperti yang ia nyatakan padaku sekarang, begitulah gambaran ia di mataku. Ia tidak pernah menyesali hal yang ia putuskan untuk dilakukan.
Aku pernah bersama laki-laki yang unik. Laki-laki yang bisa tiba-tiba menghubungiku, kemudian tidak, kemudian siklusnya akan berulang. Aku sungguh penasaran, bagaimana bisa ia tau kelemahanku? Rasa penasaran ini akan semakin menggebu-gebu. Aku ingin tahu isi kepala laki-laki ini. Bagaimana bisa ia menghubungiku di waktu yang menurutnya tepat saja? Namun, kapankah waktu yang tepat itu? Bagaimana aku bisa tahu sementara aku hanya bisa menunggu? Di saat-saat aku ingin membersihkan hatiku dari sisa-sisa masa lalu, kehadirannya membawa sepercik kebahagiaan. Pulang-perginya pada kolom chat Whatsappku membuatku punya semangat untuk menjalani hari.
Aku pernah bersama laki-laki yang menyukai sebuah "perjalanan", sama sepertiku. Bagi kami, lamanya perjalanan adalah sebuah hal yang sangat kami nikmati. Kami hampir tidak pernah mempermasalahkan tujuannya, hanya ingin bersama dalam waktu yang lama. Mengarungi perjalanan dengan suara kereta yang beradu dengan rel, mendengar suara bising di jalan raya, semua kami nikmati sambil bercakap. Membagi cerita kehidupan sembari bersandar di bahu laki-laki itu adalah favoritku. Aroma tubuh dan wangi parfum khasnya selalu menjadi rumah yang nyaman untukku. Dihiasi dengan gemericik hujan serta teh hangat itu membuatku ingin berlama-lama dan menghentikan waktu.
Aku pernah bersama laki-laki yang begitu sabar dan tenang. Sungguh, kau tahu seberapa luas samudera itu? Kesabarannya pun tak kalah tanding dengan lautan itu. Bagaimana ia sungguh lapang dada mengakui kesalahan yang tidak ia buat, hanya karena wanita ini yang begitu sering menyalahkan. Wanita yang suka mengomel tanpa sebab ini harus dihadapinya. Namun, seberapa ia merasa lelah disalahkan, ia tidak pernah sekalipun ingin aku menjauh. Selama yang kupahami, ia tak pernah membenciku. Ia selalu berusaha mengembalikan keadaan dan pembicaraan yang begitu porak poranda dengan kata "yaudah iya, maaf yaa" sembari menggenggam tanganku. Tuhan, mengapa laki-laki ini sungguh baik hatinya?
Aku pernah bersama laki-laki yang selalu memujiku. Diriku, penampilanku, pencapaianku, pekerjaanku, semua yang kulakukan selalu dianggap baik baginya. Sungguh, kata-kata pujiannya kepadaku sangat terasa cukup untuk menjadi bayaran atas kerja kerasku. "Selamat yaa, kamu kereen." dengan mudah kata-kata itu menyunggingkan senyum di wajahku. Yang ada di kepalaku saat itu adalah ingin segera memeluknya dengan erat dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan dorongannya kepadaku selama ini. Bahkan, di titik terendah aku membenci diriku sendiri, ia dengan penuh kasih mengingatkanku bahwa ia dengan cintanya akan selalu merangkulku erat sehingga aku tidak perlu mengkhawatirkan satu hal apapun.
Aku pernah bersama laki-laki yang begitu mencintai hal yang ia kerjakan. Matanya begitu berbinar setiap menceritakan hal yang ia sukai. Pertandingan e-sport, sepakbola, bahkan pekerjaannya sehari-hari. Walaupun pekerjaan itu begitu menguras tenaga dan pikirannya, ia selalu merasa senang mengerjakan hal itu dan menceritakannya kepadaku. Aku sungguh bangga kepadanya. Namun lagi lagi, wanita keras kepala ini suka mengganggu waktu berharganya dengan hal yang sungguh tidak perlu dilakukan. Wanita ini kerap lupa bagaimana sang laki-laki selalu berusaha membagi waktu dan tetap mengutamakan hubungan mereka. Aku merasa begitu jahat kepadanya dan akan menyesali perbuatanku dengan waktu yang lama. Titik di mana kami sama-sama lelah adalah saat paling jahat dalam hubungan kami. Ego yang begitu tinggi sulit kami kendalikan. Tapi lagi-lagi, cinta menang di atas pengganggu itu. Luar biasa, bukan? Sejauh perjalanan cinta yang kulakukan, hanya bersamanya aku bisa menghadapi ini semua dengan rasa percaya pada hubungan kami.
Aku pernah bersama laki-laki yang tidak akan bisa bersamaku. Laki-laki yang tidak bisa kumiliki seutuhnya. Tapi Tuhan Maha Baik. Aku diizinkan mengenal laki-laki itu barang sejenak, sehingga kami sempat mengenal dan mengukir kenangan bersama. Aku percaya, takdir Tuhan pasti selalu baik. Kami diminta untuk belajar memahami dan mengerti bahwa berpasangan itu membutuhkan kompromi dan komunikasi. Kami sungguh yakin bahwa melepas sesuatu yang sungguh berarti dan besar dalam hidup akan diganti dengan yang jauh lebih baik oleh Tuhan. Aku, dari lubuk hatiku paling dalam, mendoakannya jalan yang terbaik dalam hidup. Doa yang begitu tulus bagi orang yang sangat tulus mencintaiku selama hampir tiga tahun ini. Semoga, seluruh hal baik dari semesta menghampirinya. Dan semoga, ujung perjalanan cinta kami masing-masing akan menemui titik yang begitu indah.
Untuk laki-laki yang bernama Aleee - nama favoritku - kau adalah bagian hidup terindah yang tak akan pernah kusesali. Terima kasih tidak akan cukup untuk membalas kebaikanmu. Kata maaf pun tidak akan mampu menebus semua kesalahan yang telah kuperbuat padamu.
Mari tetap berhubungan baik, bagaimana menurutmu?
-dariku, Ale, Amora, dan Alaia.