Mata hanya bisa memandang, hati hanya bisa merasakan.
Tapi mengapa begitu sakit?
Sementara pikiran ingin berontak, nurani pun terbebani.
"Lupa ia, cara menyayangi dirinya sendiri."
Begitu ujar dari dalam sanubari.
Karena kepedulianku terlalu berapi-api.
Sampai dia tidak ingat bagaimana cara peduli.
Bukankah, menghormati dan menghargai adalah dasar yang tertanam di dirimu?
Walau angin berbisik pelan, terayun, menghapus butiran air dari pelupuk mata.
Masih saja diri ini merasa bahwa itu tidaklah dapat dikatakan, cukup.
Bahkan sang langit pun selalu menerima siapapun yang datang.
Entah sang mentari, atau hujan yang begitu derasnya.
Namun, mengapa kau tidak melakukan hal yang sama?