Hujan.
Biarlah rintik rintik gemericik air itu terus turun, seolah
mengisyaratkan bahwa, ini saatnya, untuk mengingat kembali masa-masa itu
Masa, di mana kau dan aku masih disebut “kita”
Tatapan bersahabatmu, saat kita bertemu di ujung taman itu
Membuatku tersadar, bahwa ketakutanku akan jatuh cinta lagi,
semakin pudar
Mata yang penuh semangat, seakan beri isyarat
Kau adalah sebuah energi, membuat gairahku bangkit lagi
Kau bagai pelangi, mewarnai, namun tak dapat digapai
Semakin hari, semakin pasti
Bahkan matahari di atas itu, seakan menuntunku
Perlahan mengarahkan sinarnya, menunjukkan bahwa kau apa
adanya
Seakan Tuhan menakdirkan kita bertemu, untuk kedua, ketiga,
keempat, kesekian kalinya hanya bersama dirimu
Apakah ini suatu kebetulan? Apa kau percaya akan hal itu,
teman?
Entahlah.
Yang kutahu, kau membawa semua keraguan itu sirna, membuang
jauh antah berantah di ujung sana
Hingga suatu waktu, aku memberanikan diriku, tuk utarakan
semua yang terbesit di benakku
Tak cuma logika, namun hati bicara
Sungguh tak kuduga bahwa cinta membuka ruang diantara kita
Kau dan aku, sama sama memupuk rindu
Kebahagiaanku, sesederhana itu
Laksana Jatayu menantikan hujan
Sehari tak menyapa, aku takut kau lupa
Semalam tak mendengar suara, sungguh gelisah tiada tara
Mungkin kau bertanya tanya, apa yang kuutarakan benar
adanya?
Hanya hatimu yang bisa menjawabnya
Hujan tidaklah lengkap tanpa petir, terasa sangat getir
Saat bayangmu sedang berada di pelupuk mata, hempaslah sudah
Ketika kusadari bahwa kenyataan tak selalu menemani, tak
selalu bisa mengiringi
Pahit, kau dan aku tahu itu
Bahkan kau terlalu sering mendongeng kepadaku tentang
sulitnya kita menyatu, karena sesuatu
Perbedaan.
Apakah perbedaan diciptakan untuk terpisah?
Apakah perbedaan seolah menciptakan sekat atau bahkan benteng
menjulang di antara kita?
Atau justru, hal itu membuat dua jiwa yang dulunya tak
saling mengenal, melebur menjadi satu dan kekal?
Tak akan ada yang bisa menjawabnya
Hanya sang hujan, yang perlahan pulang ke peraduan
Biarlah rintihanku tadi, terhapus oleh datangnya sang
mentari
Perlahan menghentikanku mengulang semua kenangan ini,
biarlah menjadi memori.